Rachel Weisz Ke New York untuk Cinta. Wajah Rachel Weisz bisa Anda temui dalam film Agora yang tengah tayang di sejumlah bioskop di Jakarta. Perannya sebagai Hypatia, perempuan berotak cerdas yang ahli astronomi, matematika, dan filsafat. Rachel tampil cukup meyakinkan.
Dia mengajarkan astronomi kepada siswanya di perguruan Athen dan kelimpungan memecahkan teka-teki alam semesta yang kala itu masih berpijak pada anggapan bumi sebagai pusat tata surya. Dia juga percaya diri untuk mengatakan 'Aku percaya kepada filsafat' ketimbang mengamini kaum kristiani yang berniat mematikan penyembahan berhala di Alexandria, Mesir, pada abad ke-4.
Dia mengajarkan astronomi kepada siswanya di perguruan Athen dan kelimpungan memecahkan teka-teki alam semesta yang kala itu masih berpijak pada anggapan bumi sebagai pusat tata surya. Dia juga percaya diri untuk mengatakan 'Aku percaya kepada filsafat' ketimbang mengamini kaum kristiani yang berniat mematikan penyembahan berhala di Alexandria, Mesir, pada abad ke-4.
Rachel Weisz -- AP/Carlo Allergi
"Padahal, sebelumnya saya tidak pernah mendengar atau mengetahui apa pun tentang Hypatia," aku Rachel.
Nama besar sutradara Alejandro Amenabar-lah yang membuat Rachel mengangguk yakin kala ditawari peran Hypatia. "Saya tertarik dengan karakter Hypatia yang unik. Saya percaya dengannya (Alejandro). Jadi, pantangan besar bagi saya untuk menolak peran ini," kata aktris kelahiran London itu.
Dalam proses pembuatan, Rachel pun memohon agar memasukkan adegan Hypatia yang tengah masturbasi sembari memandangi bintang. "Walaupun mendalami astronomi, pintar matematika, toh mereka juga manusia biasa. Bisa minum-minum dan bercinta," katanya.
Namun, upaya itu tidak dikabulkan. Alejandro tetap menampilkan Hypatia sebagai sosok ilmuwan perempuan pertama di bidang matematika lebih kepada pandangannya terhadap kemanusian dan ilmu pengetahuan. Alejandro juga menilai Hypatia sebagai sosok yang lebih manusiawi ketimbang Joan of Arc, misalnya. Pada era yang penuh dengan pertempuran antarpengikut agama yang fanatik itu, Hypatia tegak berdiri sebagai seorang yang berjuang untuk kebenaran, logika, dan toleransi.
"Yang menja di pesan dalam film ini ialah bagaimana Hypatia menjadi korban kaum fundamentalis. Film ini bukan anti-Kristen, tapi antifundamentalisme," tegas Rachel.
Malta
Karena proses syuting dilakukan selama empat bulan di Malta, Rachel memutuskan untuk membawa sang buah hati, Henry, selama ia bekerja. Dia juga memboyong pasangannya, sutradara Darren Aronofsky, ke negara di bagian selatan benua Eropa tersebut. "Waktu itu usia Henry baru tiga tahun dan belum masuk TK. Jadi, saya pikir tidak ada salahnya dia ikut," lanjut aktris berusia 40 tahun itu.
Mereka menyewa sebuah apartemen kecil dengan pemandangan laut biru yang indah. Setiap pagi, Rachel berangkat ke lokasi syuting dan Darren pergi ke studio yang ia sewa untuk mengedit fi lm The Wrestler. "Jadi, setiap pagi Darren pergi bertarung dengan Mickey Rourke, sedangkan saya pergi ke pertempuran intoleransi agama di abad keempat," candanya.
Rutinitas itu baru berakhir di ma lam hari, ditutup dengan sebuah makan malam bersama dan mengantarkan sang buah hati ke peraduan. ''Ini seperti yang diimpikan setiap orang!" tutur Rachel.
Wajah Rachel tak pernah tak benderang jika membicarakan keluarga. Mengenai sang pasangan, Darren, Rachel berbagi cerita. "Mungkin dari film-filmnya, Anda berpikir dia orang yang intens, dingin, dan misterius. Tapi, enggak seperti itu kok. Dia asertif, romantis, dan teratur," ujarnya.
Kata Rachel, deretan kaset DVD di apartemen Darren tertata rapi berdasarkan urutan abjad. "Saat saya mengambil satu, ia kembalikan lagi DVD itu ke tempatnya. Dia tidak marah karena saya lebih berantakan. Dia suka semuanya teratur. Dia merapikannya dengan tenang," tutur Rachel.
Pada 2002, Darren pun melamar Rachel di Times Square, kawasan heboh dan penuh turis di New York City, setelah mereka menyelesaikan film The Fountain yang digarap berdua.
New York
Rachel dikenal sebagai aktris serius. Dia tidak ragu menyampaikan ide kepada sutradara agar karakter film lebih menarik, seperti misalnya ketika Rachel mengajukan ide adegan masturbasi agar karakter Hypatia lebih natural. Rachel memang mencintai dunia akting. Dia sengaja mengambil jalur pendidikan resmi di Universitas Cambridge selepas SMA. "Saya suka akting karena saya senang mengetahui bagaimana orang akan membayangkan diri saya sedang mengenakan 'sepatu' orang lain atau berada dalam balutan kulit karakter lainnya," katanya sambil tersenyum.
Lompatan karier berakting Rachel pun ia mulai di atas panggung teater. Setelahnya, ia bermain di perfilman Inggris, hingga ke mu dian melenggang ke Hollywood dalam The Mummy. "Awalnya saya ingin tetap berkarier di Inggris. Suatu saat Darren ke London menemui saya yang ketika itu masih bermain teater The Shape of Things. Kemudian pertunjukan itu dilakukan di New York dan saya ikut pindah, lantas menetap. Itulah kenapa saya ke Amerika. Saya ke sini ka rena cinta," ujarnya serius. ( mediaindonesia.com )
loading...
No comments:
Post a Comment