Keluarga Sakinah, Antara khayalan Dan kenyataan ..!??

Keluarga Sakinah, Antara khayalan Dan kenyataan ..!?? - Awal mula kehidupan seseorang berumah tangga adalah dimulai dengan ijab kabul, saat itulah segala sesuatu yang haram menjadi halal. Rasulullah saw bersabda:

Barang siapa menikah, maka dia telah menguasai separuh agamanya, karena itu hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang separuhnya lagi. [HR. al-Hakim].

Kemudian dilantunkan doa:“Semoga berkah Allah menjadi milikmu, dan Alloh memberkahi kamu dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan”.

Seorang muslim yang sudah menikah seharusnya bisa menyempurnakan agamanya dengan membentuk keluarga sakinah. Betapa pentingnya mewujudkan sebuah keluarga sakinah, karena tidak hanya menyangkut masa kini tapi akan menentukan masa depan generasi penerus kita. Kita yang beriman pada Allah swt harus berusaha jangan sampai terjadi lost generation.

Keluarga Sakinah, khayalan atau kenyataan?


http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRLEEDtPmw0mPtlTdF1Z3mYW0DZWouLOB_VqtiV5wefSaKZTzOhRQ

Kita sering menyaksikan infotainment di TV, banyak selebritis yang kawin-cerai hanya karena karir, pendapatan suami yang lebih rendah, perselingkuhan, perbedaan pendapat, alasan hak asasi, urusan pribadi, dll. Sepertinya urusan yang satu ini cuma urusan administrasi saja.

Sebenarnya bukan hanya selebritis yang bisa kawin-cerai, tapi masyarakat biasa juga bisa. Kadang kala hanya karena masalah kecil, mereka harus akhiri perkawinan dan anak-anak jadi korban sifat egois dan keangkuhan orang tua.

Hari ini, keluarga sakinah menjadi barang mewah yang langka. Apakah keluarga sakinah hanya bisa terjadi dalam keluarga ustadz? Belum tentu. Karena ternyata ada juga keluarga ustadz yang berantakan. Na’udzu billahi min dzalik.

Jadi, keluarga sakinah itu apakah hanya khayalan/mimpi indah ataukah bisa menjadi sebuah kenyataan? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus perdalam masalah ini dari akarnya.

Makna Sakinah Mawaddah wa Rohmah

Sakinah, berasal dari bahasa Arab Sakana-Yaskunu Sakiinatan yang berarti tenang atau diam. Tafsir al Thobari mempersamakan sakinah dengan thuma’ninah atau Aminah yang berarti kedamaian. Dalam bahasa keseharian kita, sakinah lebih sering diartikan sebagai bahagia atau tentram. Keluarga tentram dan bahagia.

Dalam kehidupan suami istri, Allah telah mengatur hubungan mereka sebagai sahabat sejati dalam segala hal. Allah berfirman:

Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari diri kalian sendiri supaya kalian merasa tentram (senang) kepada mereka dan Dia menciptakan diantara kalan rasa welas-asih. (QS Ar Rum [30]: 21)

Pernikahan akan menjadikan suami merasa sakinah (tentram dan damai) di sisi istrinya, begitu pula sebaliknya. Lalu Allah tumbuhkan mawaddah wa rohmah (rasa welas asih), sehingga mereka akan saling tertarik dan tidak saling menjauhi. Jadi, persahabatan yang tercipta diantara suami-istri adalah persahabatan yang mampu melahirkan suasana kedamaian dan ketentraman.

Inilah dasar pembentukan keluarga sakinah. Keluarga sakinah tidak bisa hanya dilandasi rasa suka dan cinta saja, tetapi perlu kerja keras setiap anggota keluarga untuk mewujudkannya.

Bagaimana membentuk keluarga sakinah?

Keluarga sakinah terbentuk jika setiap anggota keluarga bisa merasakan rumahnya bagai surga (baiti jannati). Maka, sakinah menjadi hajat kita semua. Sebab, sakinah adalah konsep keluarga yang dapat memberikan kenyamanan psikologis –meski kadang secara fisik tampak jauh di bawah standar nyaman. Kunci keluarga sakinah adalah membangun baiti jannati yang mampu memberikan kenyamanan bagi setiap anggota keluarga.

Kenyamanan dalam keluarga hanya dapat dibangun secara bersama-sama oleh seluruh anggota keluarga. Tidak bisa bertepuk sebelah tangan. Melalui proses panjang, setiap anggota keluarga saling menemukan kekurangan dan kelebihan masing-masing. Mereka saling menerima segala kekurangan dan berusaha memperbaikinya. Mereka saling memberi dengan segala kelebihannya dan saling melengkapi segala kekurangan. Keluarga menjadi sekolah yang tiada batas waktu. Proses pembelajaran terjadi terus menerus untuk menemukan formula yang lebih tepat bagi semua pihak, baik suami-istri, maupun anak-orangtua.

Rumah menjadi panggung yang menyenangkan untuk sebuah pentas cinta kasih yang diperankan oleh setiap penghuninya. Rumah juga menjadi tempat sentral kembalinya setiap anggota keluarga setelah melalui pengembaraan panjang di tempat mengadu nasibnya masing-masing. Rumah yang mereka rasakan sebagai surga, karena yang ada hanya cinta dan kebaikan. Setiap hari jatuh cinta. Anak selalu merindukan orang tua, demikian pula sebaliknya. Kebaikan menjadi pakaian sehari-hari keluarga, sehingga dapat terus melaju menempuh badai sebesar apapun. Betapa indahnya kehidupan ketika ia hanya berwajah kebaikan. Betapa bahagianya keluarga ketika ia hanya berwajah kebahagiaan.

Masalah keluarga yang banyak melilit kehidupan masyarakat adalah rumah sudah tidak lagi nyaman sebagai tempat kembali. Suami tidak lagi menemukan suasana nyaman di dalam rumah, begitu juga istri. Bahkan, anak-anak lebih mudah menemukan suasana nyaman di luar rumah. Rumahku bukan surgaku lagi, tetapi nerakaku.

Membangun Baiti Jannati

Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Ayat ini menunjukkan kepada kita bahwa ketenangan dan ketentraman hati hanya mampu dimunculkan oleh Sang Pencipta. Itupun hanya diberikan kepada mereka yang beriman. Karena itu pulalah baiti jannati tidak akan mampu dibangun kecuali dengan landasan agama.

Landasan agama yang paling utama adalah perilaku shalat. Allah menyatakan dalam Qur’an bahwa: “Sholat mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. Rasulullah saw bersabda: “Sholat adalah tiangnya agama”. Baiti jannati bisa terwujud dalam keluarga yang mampu menjaga pelaksanaan sholat anggota keluarga. Terutama sholat wajib 5 waktu sehari semalam. Lebih baik lagi kalau ditambah dengan sholat sunnah.

Sakinah diterjemahkan sebagai ketenangan yang sengaja Allah turunkan ke dalam hati orang-orang mukmin. Ketenangan ini merupakan suasana psikologis yang melekat pada setiap individu karena mampu menjaga terus kesadaran akan hubungannya dengan Allah secara on-line. Ketenangan adalah suasana batin yang hanya bisa diciptakan sendiri dengan memelihara ketaqwaan kepada Allah. Hatinya selalu hidup (mudah menerima kebenaran) dan tidak pernah kosong dengan zikrullah. Tidak ada jaminan seseorang dapat menciptakan suasana tenang bagi orang lain.

Inilah yang disebut nafsul muthmainnah (jiwa yang tenang, dalam QS Al Fajr: 27), yang akan kembali kepada Allah dengan ridho dan diridhoi Alah masuk ke surga. Nafsul muthmainnah mampu mengontrol perilakunya dengan standar halal-haram. Baiti jannati dibangun oleh anggota keluarga yang memiliki nafsul muthmainnah.

Siapa yang Mampu Membentuk Keluarga Sakinah?

Ketenangan dan ketentraman dijamin Allah diberikan kepada orang beriman yang taqwa. Maka siapapun bisa membentuk keluarga sakinah asalkan mau menjadi orang yang bertaqwa. Apakah dia ustadz atau bukan. Lulusan pesantren atau bukan. Karena keluarga sakinah bukan berarti seperti keluarga malaikat yang tidak pernah berbuat salah.

Rasulullah saw pernah bersabda bahwa: “Setiap manusia pernah berbuat salah. Orang salah yang paling baik adalah yang bertaubat”.

Jadi ketika ada anggota keluarga yang berbuat salah, tidak lantas menutup jalan baginya untuk membentuk keluarga sakinah. Jika dia ber-istighfar dan melakukan taubatan nasuha, maka jalan lurus dan luas terbentang baginya untuk menjadi keluarga sakinah. Karena mereka terus berproses membentuk jiwa yang muthmainnah.

Siapapun bisa membentuk keluarga sakinah, kuncinya adalah berpegang teguh pada tali agama Allah dengan istiqomah (konsisten). Yaitu berpegang teguh pada Al Qur’an dan Hadits.. ( muslimdaily.net )


loading...

This article may also you need...!!!




No comments:

Post a Comment