Bagaimana Cara Berbagi Tugas Rumah Tangga dengan Anak. Anak berusia balita umumnya belum mengerti soal tanggung jawab kemandirian di keluarga. Karena itu, menyuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah tangga memang tidak mudah. Bagaimana mengasahnya?
Berbagi tugas rumah tangga dengan anak
Pekerjaan rumah seperti tidak ada habisnya. Apalagi bila tak ada pembantu di rumah. Sudah pasti Anda akan sibuk dibuatnya. Tetapi sungguh miris ketika melihat anak Anda yang masih berusia 5 tahun malah menyaksikan acara TV kegemarannya sejak tadi. Anak yang lebih besar terlihat sibuk ber-SMS ria, atau bahkan anak remaja Anda sedang asyik menonton postingan video baru di Youtube.
Menyikat toilet mungkin bukan pemikiran mereka saat itu. Dan apakah mereka juga peduli berapa banyak lapisan debu yang telah menempel di meja dan lemari? Menyuruh anak Anda, apalagi yang masih balita untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga memang susah-susah gampang. Padahal, usia seperti ini sebenarnya bisa menjalani sejumlah tugas yang mudah untuk sekadar membantu Anda.
Memang tidak harus dengan berteriak atau marah-marah yang justru membuat anak makin malas. Ada cara-cara yang tepat untuk itu. Anggap saja ini bagian dari sikap maupun pendekaptan kita kepada buah hati. Karena, sejumlah pakar anak setuju bahwa mengerjakan tugas rumah tangga sangat baik untuk perkembangan anak kelak.
Seperti yang diungkapkan seorang ahli perkembangan anak dan penulis buku Jim Fay yang setuju dengan pentingnya anak untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Alasannya, di samping kedekatan secara fisik dan emosional, cinta dan kasih sayang, juga untuk menjaga kebugaran tubuh. Semua itu diperlukan bagi mereka karena termasuk kebutuhan dasar manusia.
“Jika anak Anda tidak pernah bergerak sama sekali, maka kebutuhan dasar dia tidak akan terpenuhi,” kata Fay, yang juga perangkum filosofi pengasuhan anak di situs loveandlogic.com.
“Anak-anak perlu merasa seolah-olah menjadi gigi penggerak di sebuah roda. Mereka tidak akan merasa seperti itu jika mereka tidak mengerjakan tugas rumah dan memberikan kontribusi kepada keluarga,” lanjutnya.
Dalam bukunya, Raising Compassionate, Courageous Children in a Violent World, Janice Cohn PhD mengutip penelitian yang menunjukkan bahwa membantu tugas orang lain tidak hanya membantu seseorang meningkatkan harga diri, namun juga mengembangkan keterampilan akademik dan sosial. Di samping itu juga mengurangi risiko depresi dan gangguan kecemasan.
Elizabeth Pantley, penulis delapan buku tentang mengasuhan, termasuk yang berjudul Kid Cooperation: How to Stop Yelling, Nagging, and Pleading and Get Kids to Cooperate, mengidentifikasi banyak lagi manfaat saat anak-anak melakukan pekerjaan rumah tangga.
Di antaranya, cara terbaik untuk membangun rasa kompetensi, membantu anak memahami apa yang perlu dilakukan untuk menjalankan rumah tangga kelak, membangun kebiasaan dan sikap yang baik tentang pekerjaan, mengajarkan keterampilan di dunia nyata, pelajaran berharga tentang kehidupan, serta meringankan transisi anak ke masa dewasa.
Menurut Roger W Mclntire PhD, penulis Raising Kids Good in Tough Times, seorang anak sebenarnya telah memiliki beberapa tanggung jawab yang harus dikerjakannya. “Nantinya saat mereka sudah menginjak bangku perguruan tinggi, Anda tidak perlu mengeluarkan ocehan setiap tiga jam sekali di tangga asrama,” katanya.
Seorang profesor psikologi selama 32 tahun di University of Maryland, Amerika Serikat, Mclntire, menyaksikan sendiri secara langsung bagaimana kurangnya tanggung jawab seorang anak bisa memengaruhi perilaku mereka saat menjadi mahasiswa. Sebagai dekan, salah satu tugasnya adalah mewawancarai siswa yang telah memutuskan untuk meninggalkan kuliah (dropout).
Ternyata, diketahui mereka yang tinggal di rumah dan semua biaya kuliah dibayar oleh orangtua adalah salah satu kelompok yang berisiko paling tinggi untuk dropout. Mclntire berpendapat bahwa mereka tidak ada ruginya putus kuliah. Bagi mereka, pepatah “tidak ada yang berani, tidak akan mendapat hasilnya,” tampaknya berubah menjadi “tidak ada investasi, tidak akan ada yang hilang.”
Selama ini banyak kesalah-pahaman terkait meminta anak mengerjakan tugas rumah tangga. Mungkin banyak dari Anda yang mencoba menyuruh anak, tetapi kebanyakan ditolak daripada yang dijalankan. Atau bahkan Anda telah yakin apakah anak Anda telah siap untuk menjalankan tugas rumah tangga. Anda sebaiknya dapat belajar dari kesalahan orangtua lain.
Mclntire menuturkan, orang tua jangan bersikeras mendapatkan kesempurnaan pada awal anak mengerjakan tugas. Anda dapat langsung menghentikannya melakukan pekerjaan rumah tangga apabila dia sudah merasa kesulitan. Atau mengambil alih pekerjaan ketika misalnya bintik kotor masih tertinggal pada cermin atau gelas di meja makan.
Sebenarnya, terang dia, anak-anak dapat melakukan banyak tugas di usia dini. Misalnya membawa pakaian kotor ke binatu atau membersihkan piring dan meja setelah makan malam.( okezone.com )
Berbagi tugas rumah tangga dengan anak
Pekerjaan rumah seperti tidak ada habisnya. Apalagi bila tak ada pembantu di rumah. Sudah pasti Anda akan sibuk dibuatnya. Tetapi sungguh miris ketika melihat anak Anda yang masih berusia 5 tahun malah menyaksikan acara TV kegemarannya sejak tadi. Anak yang lebih besar terlihat sibuk ber-SMS ria, atau bahkan anak remaja Anda sedang asyik menonton postingan video baru di Youtube.
Menyikat toilet mungkin bukan pemikiran mereka saat itu. Dan apakah mereka juga peduli berapa banyak lapisan debu yang telah menempel di meja dan lemari? Menyuruh anak Anda, apalagi yang masih balita untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga memang susah-susah gampang. Padahal, usia seperti ini sebenarnya bisa menjalani sejumlah tugas yang mudah untuk sekadar membantu Anda.
Memang tidak harus dengan berteriak atau marah-marah yang justru membuat anak makin malas. Ada cara-cara yang tepat untuk itu. Anggap saja ini bagian dari sikap maupun pendekaptan kita kepada buah hati. Karena, sejumlah pakar anak setuju bahwa mengerjakan tugas rumah tangga sangat baik untuk perkembangan anak kelak.
Seperti yang diungkapkan seorang ahli perkembangan anak dan penulis buku Jim Fay yang setuju dengan pentingnya anak untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Alasannya, di samping kedekatan secara fisik dan emosional, cinta dan kasih sayang, juga untuk menjaga kebugaran tubuh. Semua itu diperlukan bagi mereka karena termasuk kebutuhan dasar manusia.
“Jika anak Anda tidak pernah bergerak sama sekali, maka kebutuhan dasar dia tidak akan terpenuhi,” kata Fay, yang juga perangkum filosofi pengasuhan anak di situs loveandlogic.com.
“Anak-anak perlu merasa seolah-olah menjadi gigi penggerak di sebuah roda. Mereka tidak akan merasa seperti itu jika mereka tidak mengerjakan tugas rumah dan memberikan kontribusi kepada keluarga,” lanjutnya.
Dalam bukunya, Raising Compassionate, Courageous Children in a Violent World, Janice Cohn PhD mengutip penelitian yang menunjukkan bahwa membantu tugas orang lain tidak hanya membantu seseorang meningkatkan harga diri, namun juga mengembangkan keterampilan akademik dan sosial. Di samping itu juga mengurangi risiko depresi dan gangguan kecemasan.
Elizabeth Pantley, penulis delapan buku tentang mengasuhan, termasuk yang berjudul Kid Cooperation: How to Stop Yelling, Nagging, and Pleading and Get Kids to Cooperate, mengidentifikasi banyak lagi manfaat saat anak-anak melakukan pekerjaan rumah tangga.
Di antaranya, cara terbaik untuk membangun rasa kompetensi, membantu anak memahami apa yang perlu dilakukan untuk menjalankan rumah tangga kelak, membangun kebiasaan dan sikap yang baik tentang pekerjaan, mengajarkan keterampilan di dunia nyata, pelajaran berharga tentang kehidupan, serta meringankan transisi anak ke masa dewasa.
Menurut Roger W Mclntire PhD, penulis Raising Kids Good in Tough Times, seorang anak sebenarnya telah memiliki beberapa tanggung jawab yang harus dikerjakannya. “Nantinya saat mereka sudah menginjak bangku perguruan tinggi, Anda tidak perlu mengeluarkan ocehan setiap tiga jam sekali di tangga asrama,” katanya.
Seorang profesor psikologi selama 32 tahun di University of Maryland, Amerika Serikat, Mclntire, menyaksikan sendiri secara langsung bagaimana kurangnya tanggung jawab seorang anak bisa memengaruhi perilaku mereka saat menjadi mahasiswa. Sebagai dekan, salah satu tugasnya adalah mewawancarai siswa yang telah memutuskan untuk meninggalkan kuliah (dropout).
Ternyata, diketahui mereka yang tinggal di rumah dan semua biaya kuliah dibayar oleh orangtua adalah salah satu kelompok yang berisiko paling tinggi untuk dropout. Mclntire berpendapat bahwa mereka tidak ada ruginya putus kuliah. Bagi mereka, pepatah “tidak ada yang berani, tidak akan mendapat hasilnya,” tampaknya berubah menjadi “tidak ada investasi, tidak akan ada yang hilang.”
Selama ini banyak kesalah-pahaman terkait meminta anak mengerjakan tugas rumah tangga. Mungkin banyak dari Anda yang mencoba menyuruh anak, tetapi kebanyakan ditolak daripada yang dijalankan. Atau bahkan Anda telah yakin apakah anak Anda telah siap untuk menjalankan tugas rumah tangga. Anda sebaiknya dapat belajar dari kesalahan orangtua lain.
Mclntire menuturkan, orang tua jangan bersikeras mendapatkan kesempurnaan pada awal anak mengerjakan tugas. Anda dapat langsung menghentikannya melakukan pekerjaan rumah tangga apabila dia sudah merasa kesulitan. Atau mengambil alih pekerjaan ketika misalnya bintik kotor masih tertinggal pada cermin atau gelas di meja makan.
Sebenarnya, terang dia, anak-anak dapat melakukan banyak tugas di usia dini. Misalnya membawa pakaian kotor ke binatu atau membersihkan piring dan meja setelah makan malam.( okezone.com )
loading...
No comments:
Post a Comment