Berbagai penelitian menunjukkan, 7-9% anak ngorok saat tidur. Ngorok ini paling banyak terjadi pada anak berusia 3-6 tahun. Tapi bisa juga, terjadi saat bayi dan batita.
Anak-anak dengan badan yang montok mungkin terlihat menggemaskan. Namun, ada gangguan kesehatan yang mengintai mereka, termasuk gangguan tidur. Dibanding anak yang bobot tubuhnya normal, anak yang kegemukan lebih sering mendengkur.
Ngorok terjadi ketika proses pernafasan anak sebagian terblokir oleh pembesaran tonsil dan atau adenoid. Kelenjar limfa di saluran pernafasan hidung-tenggorokan ini seringkali membengkak ketika anak pilek, flu, kena radang tenggorokan, atau kadang tanpa sebab yang jelas. Akibatnya, aliran udara ke paru-paru terhambat. Alergi terus-menerus, terpapar asap rokok, juga bisa membuat tonsil atau adenoid membesar. Menurut penelitian, anak yang orangtuanya merokok lebih sering ngorok dibanding yang orangtuanya tidak merokok.
Di samping ngorok, pembesaran adenoid juga menyebabkan bau mulut baik siang maupun malam hari, berbicara lewat hidung (sengau), serta nafas menderu, khususnya selama tidur.
Tim peneliti dari Italia membandingkan 44 anak yang menderita habitual snoring (sering mendengkur) dengan 138 anak yang terkadang mendengkur (occasional snoring) dan 627 anak yang tidak pernah mendengkur. Dari semua responden, 64 anak termasuk obesitas, 121 kegemukan, dan 624 anak memiliki berat badan normal.
Insiden mendengkur pada anak yang obesitas 12,5 persen atau dua kali lebih tinggi dibanding anak yang kegemukan (5,8 persen) dan tiga kali lebih tinggi dibanding anak yang berat badannya normal (4,6 persen). Selain itu, anak yang obesitas juga berisiko dua kali lebih besar mengalami dengkur tingkat lanjut (obstructive sleep apnea) atau berhenti bernapas sejenak akibat jalan napas tersumbat.
Senangnya menyaksikan si kecil terbuai dalam mimpi. Apalagi jika suara dengkuran halusnya terdengar. Suara dengkuran saat tidur sering dianggap sebagai tidur yang nyenyak.
Namun, kini Anda patut waspada bila sang buah hati selalu mengorok saat tidur. Selain menyebabkan penurunan kadar oksigen dalam darah, mengorok saat tidur akan membuat anak sering merasa letih, dan kesulitan belajar.
Apabila tidak diatasi, henti napas dan mendengkur bisa mengganggu tumbuh kembang anak dan menimbulkan gangguan pada pembuluh darah. Pada anak, jika mendengkur tidak tertangani dengan baik, juga bisa membuat mereka mengantuk di sekolah dan hiperaktif.
Menurut Jodi Mindell, Direktur Sleep Center Children's Hospital Philadelphia, AS, mendengkur terjadi karena waktu tidur otot-otot lidah bagian belakang menutup saluran pernapasan. Kondisi ini selain menyebabkan tidur mendengkur, juga bisa mengakibatkan anak berhenti bernapas untuk beberapa detik. Akibatnya terjadi penurunan kadar oksigen dalam darah.
Anak yang kerap mendengkur memiliki gejala gelisah saat tidur, sering terbangun, mengompol, susah dibangunkan, mengantuk sepanjang hari, bahkan bisa terjadi anak sulit menelan, serta mulutnya berbau.
Selain keletihan, sleep apnea pada anak menyebabkan prestasinya di sekolah terganggu. Hal tersebut sudah dibuktikan dalam sebuah studi di Amerika Serikat yang dipublikasikan dalam jurnal Public Library of Science Medicine tahun 2006.
Dari data tersebut diketahui anak yang menderita sleep apnea memiliki nilai IQ yang rendah jika dibandingkan dengan anak yang tidurnya nyenyak.
Anak yang pada usia dua sampai enam tahun mendengkur, berisiko tiga kali lebih besar mendapat masalah perilaku dan intelektual serta berprestasi rendah di sekolah menengah.
Menurut para peneliti, pada saat masa tidur aktif, aliran darah ke sel otak tumbuh dengan cepat dan terjadi pembentukan sel-sel saraf. Karena itu, sebaiknya segera bawa si kecil ke dokter jika ditemui gejala sleep apnea.
Ngorok sendiri bukanlah sesuatu yang harus dicemaskan. Ngorok cenderung berhenti setelah tonsil dan adenoid berhenti tumbuh dan mulai mengerut, yakni setelah anak berusia 7-8 tahun. Tapi jika anak ngorok dan cegukan lebih sering saat tidur, bisa jadi itu berhentinya proses bernafas sementara waktu ketika anak ngorok, diiringi nafas yang berisik, sehingga anak pun terbangun dari tidur. Penyebabnya, tonsil atau adenoid (kelenjar di tenggorokan, tepat di belakang hidung) membesar dan berulang-ulang menghalangi aliran udara di saluran pernafasan atas saat malam hari, sehingga anak sukar bernafas.
Sekitar 2% anak mengalami apnea, yang biasanya disebabkan oleh pembesaran tonsil atau adenoid. Apnea merupakan gangguan yang serius dan anak perlu segera mendapat pertolongan medis. Jika tak ditangani, kondisi ini dapat mengarah pada problem perkembangan dan perilaku, termasuk meningkatnya night terror. Umumnya, gejala-gejala sleep apnea lebih dari sekedar ngorok saja. Si kecil ngorok berulangkali dan keras sekali. Saat ngorok, ia tiba-tiba berhenti untuk berusaha mengambil nafas, otot leher dan perut tegang, anak seperti tercekik, cegukan, dan terengah-engah ketika berusaha bernafas. Anak banyak bergerak waktu tidur, tampak capek atau ngantuk setelah tidur malam yang cukup, rewel, serta mengalami gangguan tumbuh kembang.
Jika orangtua menduga si kecil mengalami apnea, informasikan segera ke dokter. Anak mungkin akan diteliti oleh ahli gangguan tidur, yang lalu bisa mereferensikannya ke ahli THT, sehingga tonsil dan atau adenoid anak bisa ditangani atau diangkat.
Apapun penyebabnya, ngorok dapat mengurangi kualitas tidur anak. Jika ia tak bisa bernafas saat tidur, anak otomatis akan terbangun sebentar. Ini dapat menyebabkan masalah di siang hari. Anak jadi sering ngantuk, sulit belajar, sakit kepala di pagi hari, dan lebih sering ngompol.
Sebagian anak mengalami apnea karena mereka kelebihan berat badan seperti yang telah dijelaskan di atas. Jika ini penyebabnya, dokter akan membantu orangtua memodifikasi pola makan si kecil. Jika ngorok anak berkaitan dengan penyakit tertentu atau alergi, tanyakan kepada dokter anak cara terbaik yang bisa dilakukan. Untuk flu, anda mungkin cukup dengan menyembuhkannya. Tapi jika penyebabnya alergi, gunakan pembersih udara, buat ruangannya bebas hewan peliharaan, monitoring apa yang anak makan, berikan obat-obatan yang bisa membantu.
Penanganan ngorok biasanya sukses lebih dari 95% dengan penghilangan tonsil atau adenoid. Operasi ini, di samping membuat anak bisa bernafas secara normal, juga akan mengurangi atau menghilangkan frekuensi terkena pilek, flu, infeksi telinga kronis, atau mata berair, yang biasanya dialami anak berkaitan dengan problem tonsil in. ( suaramedia.com )
No comments:
Post a Comment