Karena Manusia Suka Kehangatan

Karena Manusia Suka Kehangatan. Beberapa malam lalu salju turun cukup banyak di Tokyo. Paginya salju masih menumpuk di jalan-jalan, taman-taman bahkan atap kendaraan. Mobil-mobil berjalan dengan tenang meski di atasnya salju bertumpukan. Anak saya yang kedua, Nasywa, tanya “kok salju di mobil-mobil itu gak dibersihkan dulu sih?”. Anak saya yang pertama, Haidar, langsung menjawab “kan ada matahari, nanti juga saljunya mencair”.

Alhamdulillah, anak saya mulai paham tentang hukum-hukum kehidupan, bahwa yang membeku akan mencair dengan kehangatan. Tentu ini adalah salah satu hukum kehidupan yang sederhana yang semua orang dapat melihatnya dengan mudah.

Beku dan cair sebenarnya memiliki masalah dan manfaatnya sendiri-sendiri. Darah yang terus mengalir keluar tanpa bisa membeku akan menjadi masalah besar. Tapi darah yang membeku di dalam tubuh tentu bisa menjadi masalah besar juga. Beku dan cair masing-masing ada tempatnya, masing-masing ada manfaat dan masalahnya.

Dalam interaksi antar manusia, tentunya juga antar bangsa dan Negara, beku dan cair ini terkadang menjadi hal yang pelik. Yang cair kadang tidak mudah membeku, dan sebaliknya yang beku terkadang tak mudah mencair. Rasa kesal, marah dan emosi kita pada orang lain seringkali mudah mendorong kita untuk membekukan hubungan. Terkadang kebekuan ini berlarut, bertemu enggan menyapa, disapa menjawab seadanya, bibir terasa kelu, saraf-saraf di wajah seperti beku tak mampu bergerak untuk menampilkan keramahan. Kalau sudah begini hilanglah kecantikan dan ketampanan, yang tertinggal adalah wajah suram, dingin dan tak menyenangkan.

Mungkin kita sering menemukan situasi kebekuan ini di rumah kita, di kantor kita, atau dimanapun tempat pergaulan kita. Bayangkan, ketika ada beberapa orang terkumpul atau berkumpul di suatu tempat, satu sama lain saling diam seolah tidak saling kenal, apa kira-kira yang dirasakan masing-masing orang yang ada di situ? Bayangkan saat kita lelah pulang ke rumah dan bertemu dengan istri dan anak-anak yang membisu karena amarah, apa yang kita rasakan? Tentu kita setuju bahwa dalam konteks ini kebekuan pasti membuat suasana berantakan dan tak nyaman.

Oleh karena itu kehangatan diperlukan untuk mencairkan kebekuan agar semua kembali terasa nyaman. Pribadi yang hangat dengan spontan dapat memecah kebekuan sosial. Pribadi yang hangat ditandai dengan kemampuan yang tinggi dan teruji untuk menempatkan diri dalam situasi dan kondisi bagaimanapun. Pribadi yang hangat selalu terlebih dahulu menyapa pribadi lainnya, dengan senyum tulus penuh persahabatan, kata-kata yang menyejukkan dan sikap yang santun. Bukan sebaliknya, eksis dengan tampang dingin yang siap membekukan semua keadaan.

Tentu tidak mudah menjadi pribadi yang hangat, karena ia melibatkan sikap mental dan emosi yang stabil, yang tidak mudah terkontaminasi oleh amarah, terlebih lagi amarah untuk hal-hal kecil yang tidak prinsip. Banyak orang, terutama ketika mereka memiliki kuasa, lebih memilih membangun “kewibawaan”nya dengan sikap yang dingin, kaku, kasar bahkan terkesan angker. Jadilah mereka orang-orang yang ditakuti. Tapi ingat, ditakuti belum tentu dihormati.

Meskipun tidak mudah, saya selalu yakin bahwa pribadi yang hangat itu selalu menyenangkan. Karena memang banyak manusia yang menyukai kehangatan. Bayangkan ketika kita mau mandi, lantas masuk ke bak berisi air hangat. Badan akan terasa segar, peredaran darah makin lancar dan otot-otot pun menjadi rileks. Begitu nyaman. Sebaliknya kalau masuk ke bak berisi air panas, pasti tubuh akan spontan memberontak. Begitu pula ketika masuk ke bak yang berisi air dingin. Sama seperti badan, jiwa pun sangat menyukai suasana hangat, sebab jiwa itulah tempat bersarangnya kepribadian. Dengan pribadi yang hangat, maka proses sambung rasa akan menjadi mudah, apalagi sambung pikir.

Seorang muslim tentu harus berusaha untuk menjadi pribadi yang hangat, baik untuk keluarga, sahabat maupun masyarakat. Terlebih lagi seorang aktifis da'wah, pribadi mereka harus menjadi tempat berkumpul yang nyaman bagi objek da'wahnya. Dengan kenyamanan itu persentuhan da'wah akan menjadi lebih intens dan berkesan karena komunikasi bisa sampai ke hati.

Peribadi yang hangat sesungguhnya adalah rahmat dari Allah, sebagaimana dikatakan dalam Al’Quran: “Maka disebabkan rahmat Allah atasmu, kamu berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka dan mohonkanlah ampun bagi mereka…”(QS.:3:159).

Oleh karena itu marilah kita berusaha dan berdoa supaya kita selalu diberi kemampuan untuk melatih kepribadian kita sehingga menjadi pribadi-pribadi yang hangat. Amin. ( eramuslim.com )


loading...

This article may also you need...!!!




No comments:

Post a Comment