Fakta Belanja Rokok Vs Belanja Pendidikan. Belanja Rokok Warga Bogor Melebihi Biaya Pendidikan dan Kesehatan. Belanja rokok mencapai 6,9 persen, sedangkan untuk pendidikan 6,4 persen dan kesehatan 2 persen
Pernyataan ini disampaikan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor dr Triwandha Elan baru-baru ini. Triwandha menyatakan keprihatinannya, biaya belanja untuk kebutuhan rokok masyarakat justru lebih tinggi ketimbang untuk kesehatan dan pendidikan.
"Berdasarkan data Susenas (Survei Sensus Nasional), belanja rokok dan alkohol di Kota Bogor melebihi belanja untuk kesehatan dan pendidikan," katanya di Bogor, Minggu lalu.
Dikemukakannya, untuk belanja rokok/alkohol mencapai 6,9 persen, sedangkan belanja untuk pendidikan 6,4 persen, dan kesehatan hanya 2 persen.
"Pengeluaran belanja rokok atas 41.349 KK miskin per tahunnya lebih dari Rp20 miliar," katanya.
Ia juga menyodorkan data lain, berdasarkan hasil riset kesehatan dasar Kota Bogor tahun 2007, jumlah perokok mencapai 29,6 persen dengan rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap per hari 8,89 persen.
Sedangkan berdasarkan hasil Surkesda (Survei Kesehatan Daerah) tahun 2004, disebutkan bahwa jumlah perokok laki-laki di rumah tangga mencapai 57 persen, sedangkan perokok wanita 47 persen.
Populasi penduduk di Kota Bogor berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 905.132 jiwa atau hampir 1 juta jiwa.
Guna menekan turunnya jumlah perokok, katanya, sejauh ini Kota Bogor telah memiliki peraturan daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2006 tentang ketertiban umum pasal 14,15, dan pasal 16 yang mengatur KTR (kawasan tanpa rokok).
Dalam Perda ini antara lain mengatur tentang pelarangan merokok di lingkungan lembaga pendidikan, kesehatan, tempat-tempat umum, tempat ibadah, arena bermain anak, tempat kegiatan belajar mengajar, tempat kerja, dan di dalam angkutan kota.
"Rencananya tahun ini Perda KTR akan dibuat khusus, yang tidak lagi digabungkan dengan Perda ketertiban umum," katanya.
Sementara itu, cendekiawan muda Nahdlatul Ulama (NU) Bogor Ahmad Fahir, MSi berpendapat bahwa deklarasi KTR di Kota Bogor yang telah dicanangkan unsur masyarakat dan pemerintah kota (Pemkot) Bogor akhir Mei 2009, hendaknya jangan berhenti pada kegiatan seremonial deklarasi formal saja. “Pola deklarasi-deklarasi mengenai apapun yang bertujuan baik, seringkali kemudian berhenti pada sebatas deklarasi itu sendiri.”
“Nah... apakah deklarasi KTR di Kota Bogor bisa menjadi aksi berkesinambungan, itulah tantangan dan ujiannya agar tidak seperti kebiasaan deklarasi yang ada," katanya.
Deklarasi KTR telah dilakukan oleh ratusan unsur masyarakat dan kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan deklarasi yang dilakukan Wakil Wali Kota Bogor Achmad Ru`yat, Wakil Ketua DPRD Iwan Suryawan, dan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Bogor Hj Fauziah Diani Budiarto.
Dalam deklarasi antara lain disebutkan bahwa perwakilan masyarakat bertekad untuk menegakkan kawasan tanpa rokok di Kota Bogor.
Menurut Ahmad Fahir, komitmen deklarasi KTR itu perlu "dikawal" agar tidak terjebak pada pola deklarasi yang ada, karena berdasarkan temuan inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Seksi Promosi Kesehatan Dinkes Kota Bogor, ternyata penerapan KTR seperti yang diatur dalam peraturan daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2006 tentang ketertiban umum di lingkup kantor pemerintah saja masih ditemukan pelanggaran.
Ia merujuk pada Sidak yang dilakukan Kepala Seksi Promosi Dinkes Kota Bogor drg Yunita bersama empat anggota tim, ke kantor Kecamatan Bogor Timur, ditemukan beberapa pegawai kecamatan sedang merokok di ruang kerjanya.
"Itu sebabnya bahwa tantangan ke depan, terlebih setelah ada deklarasi, membutuhkan komitmen sungguh-sungguh," kata pria yang baru menyelesaikan studi strata 2 (S2) Komunikasi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
Wakil Wali Kota Bogor Achmad Ru`yat sendiri sepakat bahwa dideklarasikannya KTR yang dilakukan berbagai unsur masyarakat itu, tidak hanya sebatas deklarasi. Tapi bisa diwujudkan di lingkungan masyarakat di seluruh wilayah Kota Bogor. [ant/Hidayatullah.com]
Pernyataan ini disampaikan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor dr Triwandha Elan baru-baru ini. Triwandha menyatakan keprihatinannya, biaya belanja untuk kebutuhan rokok masyarakat justru lebih tinggi ketimbang untuk kesehatan dan pendidikan.
"Berdasarkan data Susenas (Survei Sensus Nasional), belanja rokok dan alkohol di Kota Bogor melebihi belanja untuk kesehatan dan pendidikan," katanya di Bogor, Minggu lalu.
Dikemukakannya, untuk belanja rokok/alkohol mencapai 6,9 persen, sedangkan belanja untuk pendidikan 6,4 persen, dan kesehatan hanya 2 persen.
"Pengeluaran belanja rokok atas 41.349 KK miskin per tahunnya lebih dari Rp20 miliar," katanya.
Ia juga menyodorkan data lain, berdasarkan hasil riset kesehatan dasar Kota Bogor tahun 2007, jumlah perokok mencapai 29,6 persen dengan rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap per hari 8,89 persen.
Sedangkan berdasarkan hasil Surkesda (Survei Kesehatan Daerah) tahun 2004, disebutkan bahwa jumlah perokok laki-laki di rumah tangga mencapai 57 persen, sedangkan perokok wanita 47 persen.
Populasi penduduk di Kota Bogor berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 905.132 jiwa atau hampir 1 juta jiwa.
Guna menekan turunnya jumlah perokok, katanya, sejauh ini Kota Bogor telah memiliki peraturan daerah (Perda) Nomor 8 tahun 2006 tentang ketertiban umum pasal 14,15, dan pasal 16 yang mengatur KTR (kawasan tanpa rokok).
Dalam Perda ini antara lain mengatur tentang pelarangan merokok di lingkungan lembaga pendidikan, kesehatan, tempat-tempat umum, tempat ibadah, arena bermain anak, tempat kegiatan belajar mengajar, tempat kerja, dan di dalam angkutan kota.
"Rencananya tahun ini Perda KTR akan dibuat khusus, yang tidak lagi digabungkan dengan Perda ketertiban umum," katanya.
Sementara itu, cendekiawan muda Nahdlatul Ulama (NU) Bogor Ahmad Fahir, MSi berpendapat bahwa deklarasi KTR di Kota Bogor yang telah dicanangkan unsur masyarakat dan pemerintah kota (Pemkot) Bogor akhir Mei 2009, hendaknya jangan berhenti pada kegiatan seremonial deklarasi formal saja. “Pola deklarasi-deklarasi mengenai apapun yang bertujuan baik, seringkali kemudian berhenti pada sebatas deklarasi itu sendiri.”
“Nah... apakah deklarasi KTR di Kota Bogor bisa menjadi aksi berkesinambungan, itulah tantangan dan ujiannya agar tidak seperti kebiasaan deklarasi yang ada," katanya.
Deklarasi KTR telah dilakukan oleh ratusan unsur masyarakat dan kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan deklarasi yang dilakukan Wakil Wali Kota Bogor Achmad Ru`yat, Wakil Ketua DPRD Iwan Suryawan, dan Ketua Tim Penggerak PKK Kota Bogor Hj Fauziah Diani Budiarto.
Dalam deklarasi antara lain disebutkan bahwa perwakilan masyarakat bertekad untuk menegakkan kawasan tanpa rokok di Kota Bogor.
Menurut Ahmad Fahir, komitmen deklarasi KTR itu perlu "dikawal" agar tidak terjebak pada pola deklarasi yang ada, karena berdasarkan temuan inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Seksi Promosi Kesehatan Dinkes Kota Bogor, ternyata penerapan KTR seperti yang diatur dalam peraturan daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2006 tentang ketertiban umum di lingkup kantor pemerintah saja masih ditemukan pelanggaran.
Ia merujuk pada Sidak yang dilakukan Kepala Seksi Promosi Dinkes Kota Bogor drg Yunita bersama empat anggota tim, ke kantor Kecamatan Bogor Timur, ditemukan beberapa pegawai kecamatan sedang merokok di ruang kerjanya.
"Itu sebabnya bahwa tantangan ke depan, terlebih setelah ada deklarasi, membutuhkan komitmen sungguh-sungguh," kata pria yang baru menyelesaikan studi strata 2 (S2) Komunikasi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.
Wakil Wali Kota Bogor Achmad Ru`yat sendiri sepakat bahwa dideklarasikannya KTR yang dilakukan berbagai unsur masyarakat itu, tidak hanya sebatas deklarasi. Tapi bisa diwujudkan di lingkungan masyarakat di seluruh wilayah Kota Bogor. [ant/Hidayatullah.com]
loading...
No comments:
Post a Comment